BUDIDAYA ALPUKAT
ALPUKAT / AVOKAD
( Persea americana Mill / Persea gratissima Gaerth )
1. SEJARAH SINGKAT
Tanaman alpukat merupakan tanaman buah berupa pohon dengan nama alpuket
(Jawa Barat), alpokat (Jawa Timur/Jawa Tengah), boah pokat, jamboo pokat (Batak),
advokat, jamboo mentega, jamboo pooan, pookat (Lampung) dan lain-lain.
Tanaman alpukat berasal dari dataran rendah/tinggi Amerika Tengah dan
diperkirakan masuk ke Indonesia pada abad ke-18. Secara resmi antara tahun 1920-
1930 Indonesia telah mengintroduksi 20 varietas alpukat dari Amerika Tengah dan
Amerika Serikat untuk memperoleh varietas-varietas unggul guna meningkatkan
kesehatan dan gizi masyarakat, khususnya di daerah dataran tinggi.
2. JENIS TANAMAN
Klasifikasi lengkap tanaman alpukat adalah sebagai berikut:
Divisi : Spermatophyta
Anak divisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledoneae
Bangsa : Ranales
Keluarga : Lauraceae
Marga : Persea
Varietas : Persea americana Mill
Berdasarkan sifat ekologis, tanaman alpukat terdiri dari 3 tipe keturunan/ras, yaitu:
1) Ras Meksiko
Berasal dari dataran tinggi Meksiko dan Equador beriklim semi tropis dengan
ketinggian antara 2.400-2.800 m dpl. Ras ini mempunyai daun dan buahnya yang
berbau adas. Masa berbunga sampai buah bisa dipanen lebih kurang 6 bulan.
Buah kecil dengan berat 100-225 gram, bentuk jorong (oval), bertangkai pendek,
kulitnya tipis dan licin. Biji besar memenuhi rongga buah. Daging buah mempunyai
kandungan minyak/lemak yang paling tinggi. Ras ini tahan terhadap suhu dingin.
2) Ras Guatemala
Berasal dari dataran tinggi Amerika Tengah beriklim sub tropis dengan ketinggian
sekitar 800-2.400 m dpl. Ras ini kurang tahan terhadap suhu dingin (toleransi
sampai -4,5 derajat C). Daunnya tidak berbau adas. Buah mempunyai ukuran
yang cukup besar, berat berkisar antara 200-2.300 gram, kulit buah tebal, keras,
mudah rusak dan kasar (berbintil-bintil). Masak buah antara 9-12 bulan sesudah
berbunga. Bijinya relatif berukuran kecil dan menempel erat dalam rongga,
dengan kulit biji yang melekat. Daging buah mempunyai kandungan minyak yang
sedang.
3) Ras Hindia Barat
Berasal dari dataran rendah Amerika Tengah dan Amerika Selatan yang beriklim
tropis, dengan ketinggian di bawah 800 m dpl. Varietas ini sangat peka terhadap
suhu rendah, dengan toleransi sampai minus 2 derajat C. Daunnya tidak berbau
adas, warna daunnya lebih terang dibandingkan dengan kedua ras yang lain.
Buahnya berukuran besar dengan berat antara 400-2.300 gram, tangkai pendek,
kulit buah licin agak liat dan tebal. Buah masak 6-9 bulan sesudah berbunga. Biji
besar dan sering lepas di dalam rongga, keping biji kasar. Kandungan minyak dari
daging buahnya paling rendah.
Varietas-varietas alpukat di Indonesia dapat digolongkan menjadi dua, yaitu:
1) Varietas unggul
Sifat-sifat unggul tersebut antara lain produksinya tinggi, toleran terhadap hama
dan penyakit, buah seragam berbentuk oval dan berukuran sedang, daging buah
berkualitas baik dan tidak berserat, berbiji kecil melekat pada rongga biji, serta
kulit buahnya licin. Sampai dengan tanggal 14 Januari 1987, Menteri Pertanian
telah menetapkan 2 varietas alpukat unggul, yaitu alpukat ijo panjang dan ijo
bundar. Sifat-sifat kedua varietas tersebut antara lain:
a. Tinggi pohon: alpukat ijo panjang 5-8 m, alpukat ijo bundar 6-8 m.
b. Bentuk daun: alpukat ijo panjang bulat panjang dengan tepi rata, alpukat ijo
bundar bulat panjang dengan tepi berombak.
c. Berbuah: alpukat ijo panjang terus-menerus, tergantung pada lokasi dan
kesuburan lahan, alpukat ijo bundar terus-menerus, tergantung pada lokasi dan
kesuburan lahan.
d. Berat buah: alpukat ijo panjang 0,3-0,5 kg, alpukat ijo bundar 0,3-0,4 kg
e. Bentuk buah: alpukat ijo panjang bentuk pear (pyriform), alpukat ijo bundar
lonjong (oblong).
f. Rasa buah: alpukat ijo panjang enak, gurih, agak lunak, alpukat ijo bundar
enak, gurih, agak kering.
g. Diameter buah: alpukat ijo panjang 6,5-10 cm (rata-rata 8 cm), alpukat ijo
bundar 7,5 cm.
h. Panjang buah: alpukat ijo panjang 11,5-18 cm (rata-rata 14 cm), alpukat ijo
bundar 9 cm.
i. Hasil: alpukat ijo panjang 40-80 kg /pohon/tahun (rata-rata 50 kg), alpukat ijo
bundar 20-60 kg/pohon/tahun (rata-rata 30 kg).
2) Varietas lain
Varietas alpukat kelompok ini merupakan plasma nutfah Instalasi Penelitian dan
Pengkajian Teknologi, Tlekung, Malang. Beberapa varietas alpukat yang terdapat
di kebun percobaan Tlekung, Malang adalah alpukat merah panjang, merah
bundar, dickson, butler, winslowson, benik, puebla, furete, collinson, waldin,
ganter, mexcola, duke, ryan, leucadia, queen dan edranol.
3. MANFAAT TANAMAN
Bagian tanaman alpukat yang banyak dimanfaatkan adalah buahnya sebagai
makanan buah segar. Selain itu pemanfaatan daging buah alpukat yang biasa
dilakukan masyarakat Eropa adalah digunakan sebagai bahan pangan yang diolah
dalam berbagai masakan. Manfaat lain dari daging buah alpukat adalah untuk bahan
dasar kosmetik.
Bagian lain yang dapat dimanfaatkan adalah daunnya yang muda sebagai obat
tradisional (obat batu ginjal, rematik).
4. SENTRA PENANAMAN
Negara-negara penghasil alpukat dalam skala besar adalah Amerika (Florida,
California, Hawaii), Australia, Cuba, Argentina, dan Afrika Selatan. Dari tahun ke
tahun Amerika mempunyai kebun alpukat yang senantiasa meningkat.
Di Indonesia, tanaman alpukat masih merupakan tanaman pekarangan, belum
dibudidayakan dalam skala usahatani. Daerah penghasil alpukat adalah Jawa Barat,
Jawa Timur, sebagian Sumatera, Sulawesi Selatan, dan Nusa Tenggara.
5. SYARAT PERTUMBUHAN
5.1. Iklim
1) Angin diperlukan oleh tanaman alpukat, terutama untuk proses penyerbukan.
Namun demikian angin dengan kecepatan 62,4-73,6 km/jam dapat dapat
mematahkan ranting dan percabangan tanaman alpukat yang tergolong lunak,
rapuh dan mudah patah.
2) Curah hujan minimum untuk pertumbuhan adalah 750-1000 mm/tahun. Ras
Hindia Barat dan persilangannya tumbuh dengan subur pada dataran rendah
beriklim tropis dengan curah hujan 2500 mm/tahun. Untuk daerah dengan curah
hujan kurang dari kebutuhan minimal (2-6 bulan kering), tanaman alpukat masih
dapat tumbuh asal kedalaman air tanah maksimal 2 m.
3) Kebutuhan cahaya matahari untuk pertumbuhan alpukat berkisar 40-80 %.
Untuk ras Meksiko dan Guatemala lebih tahan terhadap cuaca dingin dan iklim
kering, bila dibandingkan dengan ras Hindia Barat.
4) Suhu optimal untuk pertumbuhan alpukat berkisar antara 12,8-28,3 derajat C.
Mengingat tanaman alpukat dapat tumbuh di dataran rendah sampai dataran
tinggi, tanaman alpukat dapat mentolerir suhu udara antara 15-30 derajat C atau
lebih. Besarnya suhu kardinal tanaman alpukat tergantung ras masing-masing,
antara lain ras Meksiko memiliki daya toleransi sampai –7 derajat C, Guatemala
sampai -4,5 derajat C, dan Hindia Barat sampai 2 derajat C.
5.2. Media Tanam
1) Tanaman alpukat agar tumbuh optimal memerlukan tanah gembur, tidak mudah
tergenang air, (sistem drainase/pembuangan air yang baik), subur dan banyak
mengandung bahan organik.
2) Jenis tanah yang baik untuk pertumbuhan alpukat adalah jenis tanah lempung
berpasir (sandy loam), lempung liat (clay loam) dan lempung endapan
(aluvial loam).
3) Keasaman tanah yang baik untuk pertumbuhan alpukat berkisar antara pH
sedikit asam sampai netral, (5,6-6,4). Bila pH di bawah 5,5 tanaman akan
menderita keracunan karena unsur Al, Mg, dan Fe larut dalam jumlah yang cukup
banyak. Sebaliknya pada pH di atas 6,5 beberapa unsur fungsional seperti Fe,
Mg, dan Zn akan berkurang.
5.3. Ketinggian Tempat
Pada umumnya tanaman alpukat dapat tumbuh di dataran rendah sampai dataran
tinggi, yaitu 5-1500 m dpl. Namun tanaman ini akan tumbuh subur dengan hasil yang
memuaskan pada ketinggian 200-1000 m dpl. Untuk tanaman alpukat ras Meksiko
dan Guatemala lebih cocok ditanam di daerah dengan ketinggian 1000-2000 m dpl.,
sedangkan ras Hindia Barat pada ketinggian 5-1000 m dpl.
6. PEDOMAN BUDIDAYA
6.1. Pembibitan
1) Persyaratan Bibit
Bibit yang baik antara lain yang berasal dari
a) Buah yang sudah cukup tua.
b) Buahnya tidak jatuh hingga pecah.
c) Pengadaan bibit lebih dari satu jenis untuk menjamin kemungkinan adanya
persarian bersilang.
2) Penyiapan Bibit
Sampai saat ini bibit alpukat hanya dapat diperoleh secara generatif (melalui biji)
dan vegetatif (penyambungan pucuk/enten dan penyambungan mata/okulasi).
Dari ketiga cara itu, bibit yang diperoleh dari biji kurang menguntungkan karena
tanaman lama berbuah (6-8 tahun) dan ada kemungkinan buah yang dihasilkan
berbeda dengan induknya. Sedangkan bibit hasil okulasi maupun enten lebih
cepat berbuah (1-4 tahun) dan buah yang didapatkannya mempunyai sifat yang
sama dengan induknya.
3) Teknik Penyemaian Bibit
a) Penyambungan pucuk (enten)
Pohon pokok yang digunakan untuk enten adalah tanaman yang sudah
berumur 6-7 bulan/dapat juga yang sudah berumur 1 tahun, tanaman berasal
dari biji yang berasal dari buah yang telah tua dan masak, tinggi 30 cm/kurang,
dan yang penting jaringan pada pangkal batang belum berkayu. Sebagai
cabang sambungannya digunakan ujung dahan yang masih muda dan
berdiameter lebih kurang 0,7 cm. Dahan tersebut dipotong miring sesuai
dengan celah yang ada pada pohon pokok sepanjang lebih kurang 10 cm,
kemudian disisipkan ke dalam belahan di samping pohon pokok yang
diikat/dibalut. Bahan yang baik untuk mengikat adalah pita karet, plastik,
rafia/kain berlilin. Sebaiknya penyambungan pada pohon pokok dilakukan
serendah mungkin supaya tidak dapat kuncup pada tanaman pokok.
Enten-enten yang telah disambung diletakkan di tempat teduh, tidak berangin,
dan lembab. Setiap hari tanaman disiram, dan untuk mencegah serangan
penyakit sebaiknya tanaman disemprot fungisida. Pada musim kering hama
tungau putih sering menyerang, untuk itu sebaiknya dicegah dengan semprotan
kelthane.
Bibit biasanya sudah dapat dipindahkan ke kebun setelah berumur 9-16 bulan,
dan pemindahannya dilakukan pada saat permulaan musim hujan
b) Penyambungan mata (okulasi)
Pembuatan bibit secara okulasi dilakukan pada pohon pangkal berumur 8-10
bulan. Sebagai mata yang akan diokulasikan diambil dari dahan yang sehat,
dengan umur 1 tahun, serta matanya tampak jelas. Waktu yang paling baik
untuk menempel yaitu pada saat kulit batang semai mudah dilepaskan dari
kayunya. Caranya adalah kulit pohon pokok disayat sepanjang 10 cm dan
lebarnya 8 mm. Kulit tersebut dilepaskan dari kayunya dan ditarik ke bawah lalu
dipotong 6 cm. Selanjutnya disayat sebuah mata dengan sedikit kayu dari
cabang mata (enthout), kayu dilepaskan pelan-pelan tanpa merusak mata. Kulit
yang bermata dimasukkan di antara kulit dan kayu yang telah disayat pada
pohon pokok dan ditutup lagi, dengan catatan mata jangan sampai tertutup.
Akhirnya balut seluruhnya dengan pita plastik. Bila dalam 3-5 hari matanya
masih hijau, berarti penempelan berhasil.
Selanjutnya 10-15 hari setelah penempelan, tali plastik dibuka. Batang pohon
pokok dikerat melintang sedalam setengah diameternya, kira-kira 5-7,5 cm di
atas okulasi, lalu dilengkungkan sehingga pertumbuhan mata dapat lebih cepat.
Setelah batang yang keluar dari mata mencapai tinggi 1 m, maka bagian pohon
pokok yang dilengkungkan dipotong tepat di atas okulasi dan lukanya diratakan,
kemudian ditutup dengan parafin yang telah dicairkan. Pohon okulasi ini dapat
dipindahkan ke kebun setelah berumur 8-12 bulan dan pemindahan yang paling
baik adalah pada saat permulaan musim hujan.
Dalam perbanyakan vegetatif yang perlu diperhatikan adalah menjaga
kelembaban udara agar tetap tinggi (+ 80%) dan suhu udara di tempat
penyambungan jangan terlalu tinggi (antara 15-25 derajat C). Selain itu juga
jangan dilakukan pada musim hujan lebat serta terlalu banyak terkena sinar
matahari langsung. Bibit yang berupa sambungan perlu disiram secara rutin
dan dipupuk 2 minggu sekali. Pemupukan bisa bersamaan dengan penyiraman,
yaitu dengan melarutkan 1-1,5 gram urea/NPK ke dalam 1 liter air. Pupuk daun
bisa juga diberikan dengan dosis sesuai anjuran dalam kemasan. Sedangkan
pengendalian hama dan penyakit dilakukan bila perlu saja.
6.2. Pengolahan Media Tanam
Lahan untuk tanaman alpukat harus dikerjakan dengan baik; harus bersih dari
pepohonan, semak belukar, tunggul-tunggul bekas tanaman, serta batu-batu yang
mengganggu. Selanjutnya lahan dicangkul dalam atau ditraktor, lalu dicangkul halus
2-3 kali. Pengerjaan lahan sebaiknya dilakukan saat musim kering sehingga
penanaman nantinya dapat dilakukan pada awal atau saat musim hujan.
6.3. Teknik Penanaman
1) Pola Penanaman
Pola penanaman alpukat sebaiknya dilakukan secara kombinasi antara varietasvarietasnya. Hal ini mengingat bahwa kebanyakan varietas tanaman alpukat tidak
dapat melakukan penyerbukan sendiri, kecuali varietas ijo panjang yang memiliki
tipe bunga A. Ada 2 tipe bunga dari beberapa varietas alpukat di Indonesia, yaitu
tipe A dan tipe B. Varietas yang tergolong tipe bunga A adalah ijo panjang, ijo
bundar, merah panjang, merah bundar, waldin, butler, benuk, dickinson, puebla,
taft, dan hass. Sedangkan yang tergolong tipe B adalah collinson, itszamma,
winslowsaon, fuerte, lyon, nabal, ganter, dan queen. Penyerbukan silang hanya
terjadi antara kedua tipe bunga. Oleh karena itu, penanaman alpukat dalam suatu
lahan harus dikombinasi antara varietas yang memiliki tipe bunga A dan tipe
bunga B sehingga bunga-bunganya saling menyerbuki satu sama lain.
2) Pembuatan Lubang Tanam
a) Tanah digali dengan ukuran panjang, lebar, dan tinggi masing-masing 75 cm.
Lubang tersebut dibiarkan terbuka selama lebih kurang 2 minggu.
b) Tanah bagian atas dan bawah dipisahkan.
c) Lubang tanam ditutup kembali dengan posisi seperti semula. Tanah bagian
atas dicampur dulu dengan 20 kg pupuk kandang sebelum dimasukkan ke
dalam lubang.
d) Lubang tanam yang telah tertutup kembali diberi ajir untuk memindahkan
mengingat letak lubang tanam.
3) Cara Penanaman
Waktu penanaman yang tepat adalah pada awal musim hujan dan tanah yang ada
dalam lubang tanam tidak lagi mengalami penurunan. Hal yang perlu diperhatikan
adalah tanah yang ada dalam lubang tanam harus lebih tinggi dari tanah
sekitarnya. Hal ini untuk menghindari tergenangnya air bila disirami atau turun
hujan. Langkah-langkah penanaman adalah sebagai berikut:
a) Lubang tanam yang telah ditutup, digali lagi dengan ukuran sebesar wadah
bibit.
b) Bibit dikeluarkan dari keranjang atau polibag dengan menyayatnya agar
gumpalan tanah tetap utuh.
c) Bibit beserta tanah yang masih menggumpal dimasukkan dalam lubang setinggi
leher batang, lalu ditimbun dan diikatkan ke ajir.
d) Setiap bibit sebaiknya diberi naungan untuk menghindari sinar matahari secara
langsung, terpaan angin, maupun siraman air hujan. Naungan tersebut dibuat
miring dengan bagian yang tinggi di sebelah timur. Peneduh ini berfungsi
sampai tumbuh tunas-tunas baru atau lebih kurang 2-3 minggu.
6.4. Pemeliharaan Tanaman
1) Penyiangan
Gulma banyak tumbuh di sekitar tanaman karena di tempat itu banyak terdapat
zat hara. Selain merupakan saingan dalam memperoleh makanan, gulma juga
merupakan tempat bersarangnya hama dan penyakit. Oleh karena itu, agar
tanaman dapat tumbuh dengan baik maka gulma-gulma tersebut harus disiangi
(dicabut) secara rutin.
2) Penggemburan Tanah
Tanah yang setiap hari disiram tentu saja akan semakin padat dan udara di
dalamnya semakin sedikit. Akibatnya akar tanaman tidak dapat leluasa menyerap
unsur hara. Untuk menghindarinya, tanah di sekitar tanaman perlu digemburkan
dengan hati-hati agar akar tidak putus.
3) Penyiraman
Bibit yang baru ditanam memerlukan banyak air, sehingga penyiraman perlu
dilakukan setiap hari. Waktu yang tepat untuk menyiram adalah pagi/sore hari,
dan bila hari hujan tidak perlu disiram lagi.
4) Pemangkasan Tanaman
Pemangkasan hanya dilakukan pada cabang-cabang yang tumbuh terlalu rapat
atau ranting-ranting yang mati. Pemangkasan dilakukan secara hati-hati agar luka
bekas pemangkasan terhindar dari infeksi penyakit dan luka bekas pemangkasan
sebaiknya diberi fungisida/penutup luka.
5) Pemupukan
Dalam pembudidayaan tanaman alpukat diperlukan program pemupukan yang
baik dan teratur. Mengingat sistem perakaran tanaman alpukat, khususnya akarakar
rambutnya, hanya sedikit dan pertumbuhannya kurang ekstensif maka pupuk
harus diberikan agak sering dengan dosis kecil.
Jumlah pupuk yang diberikan tergantung pada umur tanaman. Bila program
pemupukan tahunan menggunakan pupuk urea (45% N), TSP (50% P), dan KCl
(60% K) maka untuk tanaman berumur muda (1-4 tahun) diberikan urea, TSP, dan
KCl masing-masing sebanyak 0,27-1,1 kg/pohon, 0,5-1 kg/pohon dan 0,2-0,83
kg/pohon. Untuk tanaman umur produksi (5 tahun lebih) diberikan urea, TSP, dan
KCl masing-masing sebanyak 2,22-3,55 kg/pohon, 3,2 kg/pohon, dan 4 kg/pohon.
Pupuk sebaiknya diberikan 4 kali dalam setahun.
Mengingat tanaman alpukat hanya mempunyai sedikit akar rambut, maka
sebaiknya pupuk diletakkan sedekat mungkin dengan akar. Caranya dengan
menanamkan pupuk ke dalam lubang sedalam 30-40 cm, di mana lubang tersebut
dibuat tepat di bawah tepi tajuk tanaman, melingkari tanaman.
7. HAMA DAN PENYAKIT
7.1. Hama pada Daun
1) Ulat kipat (Cricula trisfenestrata Helf)
Ciri: Panjang tubuh 6 cm, berwarna hitam bercak-bercak putih dan dipenuhi
rambut putih. Kepala dan ekor berwarna merah menyala. Gejala: Daun-daun tidak
utuh dan terdapat bekas gigitan. Pada serangan yang hebat, daun habis sama
sekali tetapi tanaman tidak akan mati, dan terlihat kepompong bergelantungan.
Pengendalian: Menggunakan insektisida yang mengandung bahan aktif
monokrotofos atau Sipermetein, misal Cymbush 50 EC dengan dosis 1-3 cc/liter
atau Azodrin 15 WSC dengan dosis 2-3 cc/liter.
2) Ulat kupu-kupu gajah (Attacus atlas L.)
Ciri: Sayap kupu-kupu dapat mencapai ukuran 25 cm dengan warna coklat
kemerahan dan segitiga tansparan. Ulat berwarna hijau tertutup tepung putih,
panjang 15 cm dan mempunyai duri yang berdaging. Pupa terdapat di dalam
kepompong yang berwarna coklat. Gejala: Sama dengan gejala serangan ulat
kipat, tetapi kepompong tidak bergelantungan melainkan terdapat di antara daun.
Pengendalian: Sama dengan pemberantasan ulat kipat.
3) Aphis gossypii Glov/A. Cucumeris, A. cucurbitii/Aphis kapas.
Ciri: Warna tubuh hijau tua sampai hitam atau kunig coklat. Hama ini
mengeluarkan embun madu yang biasanya ditumbuhi cendawan jelaga sehingga
daun menjadi hitam dan semut berdatangan. Gejala: Pertumbuhan tanaman
terganggu. Pada serangan yang hebat tanaman akan kerdil dan terpilin.
Pengendalian: Disemprot dengan insektisida berbahan aktif asefat/dimetoat,
misalnya Orthene 75 SP dengan dosis 0,5-0,8 gram/liter atau Roxion 2 cc/liter.
4) Kutu dompolan putih (Pseudococcus citri Risso)/Planococcus citri Risso
Ciri: Bentuk tubuh elips, berwarna coklat kekuningan sampai merah oranye,
tertutup tepung putih, ukuran tubuh 3 mm, mempunyai tonjolan di tepi tubuh
dengan jumlah 14-18 pasang dan yang terpanjang di bagian pantatnya. Gejala:
Pertumbuhan tanaman terhambat dan kurus. Tunas muda, daun, batang, tangkai
bunga, tangkai buah, dan buah yang terserang akan terlihat pucat, tertutup massa
berwarna putih, dan lama kelamaan kering. Pengendalian: Disemprot dengan
insektisida yang mengandung bahan aktif formotion, monokrotofos, dimetoat, atau
karbaril. Misalnya anthion 30 EC dosis 1-1,5 liter/ha, Sevin 85 S dosis 0,2% dari
konsentrasi fomula.
5) Tungau merah (Tetranychus cinnabarinus Boisd)
Ciri: Tubuh tungau betina berwarna merah tua/merah kecoklatan, sedangkan
tungau jantan hijau kekuningan/kemerahan. Terdapat beberapa bercak hitam, kaki
dan bagian mulut putih, ukuran tubuh 0,5 mm. Gejala: Permukaan daun berbintikbintik
kuning yang kemudian akan berubah menjadi merah tua seperti karat. Di
bawah permukaan daun tampak anyaman benang yang halus. Serangan yang
hebat dapat menyebabkan daun menjadi layu dan rontok. Pengendalian:
Disemprot dengan akarisida Kelthan MF yang mengandung bahan aktif
dikofoldan, dengan dosis 0,6-1 liter/ha.
7.2. Hama pada Buah
1) Lalat buah Dacus (Dacus dorsalis Hend.)
Ciri: Ukuran tubuh 6 - 8 mm dengan bentangan sayap 5 - 7 mm. Bagian dada
berwarna coklat tua bercak kuning/putih dan bagian perut coklat muda dengan
pita coklat tua. Stadium larva berwarna putih pada saat masih muda dan
kekuningan setelah dewasa, panjang tubuhnya 1 cm. Gejala: Terlihat bintik
hitam/bejolan pada permukaan buah, yang merupakan tusukan hama sekaligus
tempat untuk meletakkan telur. Bagian dalam buah berlubang dan busuk karena
dimakan larva. Pengendalian: Dengan umpan minyak citronella/umpan protein
malation akan mematikan lalat yang memakannya. Penyemprotan insektisida
dapat dilakukan antara lain dengan Hostathion 40 EC yang berbahan aktif
triazofos dosis 2 cc/liter dan tindakan yang paling baik adalah memusnahkan
semua buah yang terserang atau membalik tanah agar larva terkena sinar
matahari dan mati.
2) Codot (Cynopterus sp)
Ciri: Tubuh seperti kelelawar tetapi ukurannya lebih kecil menyerang buahbuahan
pada malam hari. Gejala: Terdapat bagian buah yang berlubang bekas
gigitan. Buah yang terserang hanya yang telah tua, dan bagian yang dimakan
adalah daging buahnya saja. Pengendalian: Menangkap codot menggunakan
jala/menakut-nakutinya menggunakan kincir angin yang diberi peluit sehingga
dapat menimbulkan suara.
7.3. Hama pada Cabang/Ranting
1) Kumbang bubuk cabang (Xyleborus coffeae Wurth / Xylosandrus morigerus Bldf).
Ciri: Kumbang yang lebih menyukai tanaman kopi ini berwarna coklat tua dan
berukuran 1,5 mm. Larvanya berwarna putih dan panjangnya 2 mm. Gejala:
Terdapat lubang yang menyerupai terowongan pada cabang atau ranting.
Terowongan itu dapat semakin besar sehingga makanan tidak dapat tersalurakan
ke daun, kemudian daun menjadi layu dan akhirnya cabang atau ranting tersebut
mati. Pengendalian: Cabang/ranting yang terserang dipangkas dan dibakar.
Dapat juga disemprot insektisida berbahan aktif asefat atau diazinon yang
terkandung dalam Orthene 75 SP dengan dosis pemberian 0,5-0,8 gram/liter dan
Diazinon 60 EC dosis 1-2 cc/liter.
7.4. Penyakit yang disebabkan Jamur
1) Antraknosa
Penyebab: Jamur Colletotrichum gloeosporioides (Penz.) sacc. Yang mempunyai
miselium berwarna cokleat hijau sampai hitam kelabu dan sporanya berwarna
jingga. Gejala: Penyakit ini menyerang semua bagian tanaman, kecuali akar.
Bagian yang terinfeksi berwarna cokelat karat, kemudian daun, bunga,
buah/cabang tanaman yang terserang akan gugur. Pengendalian: Pemangkasan
ranting dan cabang yang mati. Penelitian buah dilakukan agak awal (sudah tua
tapi belum matang). Dapat juga disemprot dengan fungisida yang berbahan aktif
maneb seperti pada Velimex 80 WP. Fungisida ini diberikan 2 minggu sebelum
pemetikan dengan dosis 2-2,5 gram/liter.
2) Bercak daun atau bercak cokelat
Penyebab: cercospora purpurea Cke./dikenal juga dengan Pseudocercospora
purpurea (Cke.) Derghton. Jamur ini berwarna gelap dan menyukai tempat
lembab. Gejala: bercak cokelat muda dengan tepi cokelat tua di permukaan daun
atau buah. Bila cuaca lembab, bercak cokelat berubah menjadi bintik-bintik
kelabu. Bila dibiarkan, lama-kelamaan akan menjadi lubang yang dapat dimasuki
organisme lain. Pengendalian: Penyemprotan fungisida Masalgin 50 WP yang
mengandung benomyl, dengan dosis 1-2 gram/liter atau dapat juga dengan
mengoleskan bubur Bordeaux.
3) Busuk akar dan kanker batang
Penyebab: Jamur Phytophthora yang hidup saprofit di tanah yang mengandung
bahan organik, menyukai tanah basah dengan drainase jelek. Gejala: Bila
tanaman yang terserang akarnya maka pertumbuhannya menjadi terganggu,
tunas mudanya jarang tumbuh. Akibat yang paling fatal adalah kematian pohon.
Bila batang tanaman yang terserang maka akan tampak perubahan warna kulit
pada pangkal batang. Pengendalian: drainase perlu diperbaiki, jangan sampai
ada air yang menggenang/dengan membongkar tanaman yang terserang
kemudian diganti dengan tanaman yang baru.
4) Busuk buah
Penyebab: Botryodiplodia theobromae pat. Jamur ini menyerang apabila ada luka
pada permukaan buah. Gejala: Bagian yang pertama kali diserang adalah ujung
tangkai buah dengan tanda adanya bercak cokelat yang tidak teratur, yang
kemudian menjalar ke bagian buah. Pada kulit buah akan timbul tonjolan-tonjolan
kecil. Pengendalian: Oleskan bubur Bordeaux/ semprotkan fungisida Velimex 80
WP yang berbahan aktif Zineb, dengan dosis 2-2,5 gram/liter.
8. PANEN
8.1. Ciri dan Umur Panen
Ciri-ciri buah yang sudah tua tetapi belum masak adalah:
a) warna kulit tua tetapi belum menjadi cokelat/merah dan tidak mengkilap;
b) bila buah diketuk dengan punggung kuku, menimbulkan bunyi yang nyaring;
c) bila buah digoyang-goyang, akan terdengar goncangan biji.
Penetapan tingkat ketuaan buah tersebut memerlukan pengalaman tersendiri.
Sebaiknya perlu diamati waktu bunga mekar sampai enam bulan kemudian, karena
buah alpukat biasanya tua setelah 6-7 bulan dari saat bunga mekar. Untuk
memastikannya, perlu dipetik beberapa buah sebagai contoh. Bila buah-buah contoh
tersebut masak dengan baik, tandanya buah tersebut telah tua dan siap dipanen.
8.2. Cara Panen
Umumnya memanen buah alpukat dilakukan secara manual, yaitu dipetik
menggunakan tangan. Apabila kondisi fisik pohon tidak memungkinkan untuk
dipanjat, maka panen dapat dibantu dengan menggunakan alat/galah yang diberi
tangguk kain/goni pada ujungnya/tangga. Saat dipanen, buah harus dipetik/dipotong
bersama sedikit tangkai buahnya (3-5 cm) untuk mencegah memar, luka/infeksi pada
bagian dekat tangkai buah.
8.3. Periode Panen
Biasanya alpukat mengalami musim berbunga pada awal musim hujan, dan musim
berbuah lebatnya biasanya pada bulan Desember, Januari, dan Februari. Di
Indonesia yang keadaan alamnya cocok untuk pertanaman alpukat, musim panen
dapat terjadi setiap bulan.
8.4. Prakiraan Produksi
Produksi buah alpukat pada pohon-pohon yang tumbuh dan berbuah baik dapat
mencapai 70-80 kg/pohon/tahun. Produksi rata-rata yang dapat diharapkan dari
setiap pohon berkisar 50 kg.
9. PASCAPANEN
9.1. Pencucian
Pencucian dimaksudkan untuk menghilangkan segala macam kotoran yang
menempel sehingga mempermudah penggolongan/penyortiran. Cara pencucian
tergantung pada kotoran yang menempel.
9.2. Penyortiran
Penyortiran buah dilakukan sejak masih berada di tingkat petani, dengan tujuan
memilih buah yang baik dan memenuhi syarat, buah yang diharapkan adalah yang
memiliki ciri sebagai berikut:
1. Tidak cacat, kulit buah harus mulus tanpa bercak.
2. Cukup tua tapi belum matang.
3. Ukuran buah seragam. Biasanya dipakai standar dalam 1 kg terdiri dari 3 buah
atau berbobot maksimal 400 g.
4. Bentuk buah seragam. Pesanan paling banyak adalah yang berbentuk lonceng.
Buah yang banyak diminta importir untuk konsumen luar negeri adalah buah alpukat
yang dagingnya berwarna kuning mentega tanpa serat. Sedangkan untuk memenuhi
kebutuhan dalam negeri, semua syarat tadi tidak terlalu diperhitungkan.
9.3. Pemeraman dan Penyimpanan
Alpukat baru dapat dikonsumsi bila sudah masak. Untuk mencapai tingkat kemasan
ini diperlukan waktu sekitar 7 hari setelah petik (bila buah dipetik pada saat sudah
cukup ketuaannya). Bila tenggang waktu tersebut akan dipercepat, maka buah harus
diperam terlebih dulu. Untuk keperluan ekspor, tidak perlu dilakukan pemeraman
karena tenggang waktu ini disesuaikan dengan lamanya perjalanan untuk sampai di
tempat tujuan.
Cara pemeraman alpukat masih sangat sederhana. Pada umumnya hanya dengan
memasukkan buah ke dalam karung goni, kemudian ujungnya diikat rapat. Setelah
itu karung diletakkan di tempat yang kering dan bersih.
Karena alpukat mempunyai umur simpan hanya sampai sekitar 7 hari (sejak petik
sampai siap dikonsumsi), maka bila ingin memperlambat umur simpan tersebut
dapat dilakukan dengan menyimpannya dalam ruangan bersuhu 5 derajat C. Dengan
cara tersebut, umur penyimpanan dapat diperlambat samapai 30-40 hari.
9.4. Pengemasan dan Pengangkutan
Kemasan adalah wadah/tempat yang digunakan untuk mengemas suatu komoditas.
Kemasan untuk pasar lokal berbeda dengan yang untuk diekspor. Untuk pemasaran
di dalam negeri, buah alpukat dikemas dalam karung-karung plastik/keranjang, lalu
diangkut dengan menggunakan truk. Sedangkan kemasan untuk ekspor berbeda
lagi, yaitu umumnya menggunakan kotak karton berkapasitas 5 kg buah alpukat.
Sebelum dimasukkan ke dalam kotak karton, alpukat dibungkus kertas tissue,
kemudian diatur sususannya dengan diselingi penyekat yang terbuat dari potongan
karton.
10. ANALISIS EKONOMI BUDIDAYA TANAMAN
10.1 Analisis Usaha Budidaya
Perkiraan analisis budidaya tanaman alpukat dengan luas lahan 1 hektar selama 10
tahun di daerah Jawa Barat pada tahun 1999.
1) Biaya produksi
1. Bibit okulasi: 121 batang @ Rp.10.000,- Rp. 1.210.000,-
2. Pupuk
- Pupuk kandang 3 ton@ Rp. 150.000,-/ton Rp. 450.000,-
- Urea
Tahun ke-1-4, 1.936 kg @ Rp. 1.500,- Rp. 2.904.000,-
Tahun ke-5-10, 9.801 kg @ Rp. 1.500,- Rp. 14.701.500,-
- TSP
Tahun ke-1-4, 1.936 kg @ Rp. 1.600,- Rp. 3.097.600,-
Tahun ke-5-10, 9.317 kg @ Rp.1.600,- Rp. 14.907.200,-
- KCl
Tahun ke-1-4, 1.694 kg @ Rp. 1.650,- Rp. 2.795.100,-
Tahun ke-5-10, 11.616 kg @ Rp. 1.650,- Rp. 19.166.400,-
4. Pestisida dan fungisida Rp. 240.000,-
5. Peralatan
- Cangkul Rp. 70.000,-
- Sprayer Rp. 250.000,-
6. Tenaga kerja
- Pembajakan lahan dan pupuk dasar (borongan) Rp. 400.000,-
- Penyiraman 15 HOK @ Rp. 7.000,- Rp. 105.000,-
- Pemangkasan 4 HOK @ Rp. 7.000,- Rp. 28.000,-
- Pembuatan lubang tanam 15 HOK @ Rp. 7.000,- Rp. 105.000,-
- Penanaman 7 HOK @ RP. 7.000,- Rp. 49.500,-
- Penyiangan 20 HOK/tahun @ Rp. 7.000,- Rp. 1.400.000,-
- Pemupukan 10 HOK/tahun @ Rp. 7.000,- Rp. 700.000,-
- Perlindungan tanaman 4HOK/tahun @ Rp. 7.000,- Rp. 280.000,-
7. Panen dan pascapanen
Tahun ke-4, 18 HOK @ Rp. 7.000,- Rp. 126.000,-
Tahun ke-5, 22 HOK @ Rp. 7.000,- Rp. 154.000,-
Tahun ke-6, 35 HOK @ Rp. 7.000,- Rp. 245.000,-
Tahun ke-7, 48 HOK @ Rp. 7.000,- Rp. 336.000,-
Tahun ke-8, 48 HOK @ Rp. 7.000,- Rp. 336.000,-
Tahun ke-9, 48 HOK @ Rp. 7.000,- Rp. 336.000,-
Tahun ke-10, 48HOK @ Rp. 7.000,- Rp. 336.000,-
Jumlah biaya produksi dalam 10 tahun Rp. 64.841.300,-
2) Pendapatan
1. Tahun ke-4, 3.300 kg @ Rp. 3.500,- Rp. 11.550.000,-
2. Tahun ke-5, 6.500 kg @ Rp. 3.500,- Rp. 22.750.000,-
3. Tahun ke-6, 9.800 kg @ Rp. 3.500,- Rp. 34.300.000,-
4. Tahun ke-7, 12.000 kg @ Rp. 3.500,- Rp. 42.000.000,-
5. Tahun ke-8, 12.200 kg @ Rp. 3.500,- Rp. 42.700.000,-
6. Tahun ke-9, 12.500 kg @ Rp. 3.500,- Rp. 43.750.000,-
7. Tahun ke-10, 12.500 kg @ Rp. 3.500,- Rp. 43.750.000,-
Jumlah pendapatan dalam 10 tahun Rp.240.800.000,-
3) Keuntungan dalam 10 tahun Rp.175.958.700,-
Tanaman alpukat yang berasal dari bibit okulasi atau sambung akan mulai berbuah
pada umur 4 tahun dengan produksi 3.300 kg/ha. Produksi ini akan terus bertambah
hingga mencapai kestabilan pada tahun ke-7 (panen keempat) dengan jumlah
produksi rata-rata 12.000 kg/ha. Keuntungan baru dapat diperoleh pada panen
kedua (tahun ke-5) dan akan stabil pada panen keempat (tahun ke-7). Namun
analisis tersebut belum termasuk biaya sewa tanah.
10.2 Gambaran Peluang Agribisnis
Walaupun keuntungan bertanam alpukat di Indonesia belum begitu bisa dirasakan
karena pengelolaannya tidak intensif, namun karena permintaannya naik maka
pertanaman alpukat dari tahun ke tahun mengalami kenaikan. Prospek ke depan
bisnis alpukat semakin cerah sehubungan dengan semakin terbukanya peluang
pasar. Tetapi sayangnya masih banyak wilayah yang merupakan sentra produksi
belum tergali, sehingga kesulitan mendapatkan buah masih tetap dirasakan oleh
para pedagang, baik di pasar lokal maupun eksportir.
Alpukat merupakan salah satu jenis buah bergizi tinggi yang semakin banyak
diminati. Hal ini terlihat dari banyaknya permintaan alpukat di pasaran. Sebagai
contoh, seorang grosir membutuhkan alpukat 12-20 ton/minggu untuk pedagang
pengecer di Bogor.
Selain di pasar lokal, pasar luar negeri pun berhasil ditembusnya. Mula-mula hanya
Singapura dan Belanda, kemudian menyusul Saudi Arabia, Perancis, dan Brunei
Darussalam. Impor Perancis pada tahun 1989 sebanyak 3.790 kg dengan nilai 379
US$, dan pada tahun 1990 meningkat menjadi 5.749 kg dengan nilai 10.876 US$.
Situasi harga di tingkat petani memang relatif bervariasi dibandingkan dengan di
tingkat pengecer. Harga setiap kilogram di tingkat petani di daerah Garut pada tahun
1991 berkisar antara Rp 200,- sampai Rp 600,-. Seangkan di tingkat pengecer
biasanya lebih stabil, dan harga bisa mencapai Rp 700,- sampai Rp 1.750,-/kg.
Adanya perbedaan harga yang cukup besar tersebut antara lain disebabkan karena
di tingkat pengecer risiko kerusakannya lebih tinggi.
11. STANDAR PRODUKSI
11.1.Ruang Lingkup
Standar produksi ini meliputi: syarat mutu, cara pengujian mutu, cara pengambilan
contoh dan cara pengemasan.
11.2.Diskripsi
Alpukat adaalah buah tanaman apaokat (Persea Americana MILL) dalam keadaan
cukup tua, utuh, segar dan bersih.
11.3.Klasifikasi dan Standar Mutu
Alpokat digolongkan dalam 3 macam ukuran berdasarkan berat, yaitu:
a) Alpokat besar : 451-550 gram/buah
b) Alpokat sedang : 351-450 gram/buah
c) Alpokat kecil : 250-350 gram/buah
Sedangkan syarat mutu adalah sebagai berikut:
a) Kesamaan sifat varietas: mutu I seragam; mutu II seragam; cara pengujian
organoleptik
b) Tingkat ketuaan: mutu I tua tapi tidak terlalu matang; mutu II tua tapi tidak terlalu
matang; cara pengijian organoleptik
c) Bentuk: mutu I normal; mutu II kurang normal; cara pengujian organoleptik
d) Kekerasan: mutu I keras; mutu II keras; cara pengujian Organoleptik
e) Ukuran: mutu I seragam; mutu II kurang seragam; cara pengujian SP-SMP-309-
1981
f) Kerusakan (bobot/bobot): mutu I maks 5%; mutu II 10%; cara pengujian SP-SMP-
310-1981
g) Busuk (bobot/bobot): mutu I maks 1%; mutu II 2%; cara pengujian SP-SMP-311-
1981
h) Kotoran: mutu I bebas; mutu II bebas; cara pengujian organoleptik
11.5.Pengambilan Contoh
Setiap kemasan diambil contohnya sebanyak 3 kg dari bagian atas, tengah dan
bawah. Contoh tersebut dicampur merata tanpa menimbulkan kerusakan, kemudian
dibagi 4 dan dua bagian diambil secara diagonal. Cara ini dilakukan beberapa kali
sampai contoh mencapai 3 kg untuk dianalisa.
a) Jumlah kemasan dalam partai: 1 sampai 100, minimum jumlah contoh yang
diambil 5.
b) Jumlah kemasan dalam partai: 101 sampai 300, minimum jumlah contoh yang
diambil 7.
c) Jumlah kemasan dalam partai: 301 sampai 500, minimum jumlah contoh yang
diambil 9.
d) Jumlah kemasan dalam partai: 501 sampai 1000, minimum jumlah contoh yang
diambil 10.
e) Jumlah kemasan dalam partai: lebih dari 1000, minimum jumlah contoh yang
diambil 15.
Petugas pengambil contoh harus memenuhi syarat yaitu orang yang
berpengalaman/dilatih lebih dahulu dan mempunyai ikatan dengan suatu badan
hukum.
11.6.Pengemasan
Buah alpukat disajikan dalam bentuk utuh dan segar, dikemas dalam keranjang
bambu/bahan lain yang sesuai dengan/tanpa bahan penyekat, ditutup dengan
anyaman bambu/bahan lain, kemudian diikat dengan tali bambu/bahan lain. Isi
kemasan tidak melebihi permukaan kemasan dengan berat bersih maksimum 20 kg.
Di bagian luar kemasan diberi label yang bertuliskan antara lain: nama barang,
golongan ukuran, jenis mutu, daerah asal, nama/kode perusahaan/eksportir, berat
bersih, hasil Indonesia dan tempat/negara tujuan.
12. DAFTAR PUSTAKA
1) Direktorat Reboisasi dan Rehabilitasi (1978). "Pedoman penanaman jenis
tanaman hortikultura dan rerumputan". Jakarta: Direktorat Reboisasi dan
Rehabilitasi, Departemen pertanian.
2) Hodson, R.W. (1950). "The avocado a gift from the middle Americas". Economic
Botany, (4) hal. 253
3) Indriani, Y. Hetty; Suminarsih, Emi (1997). "Alpukat". Jakarta: Penebar Swadaya.
96 hal.
4) Kalie, Moehd. Baga (1997). "Alpukat: budidaya dan pemanfaatannya".
Yogyakarta: Kanisius. 112 hal.
5) Lawrence, G.H.M. (1951). "Taxonomy of vasculer plants" New York: The Mac
Millan Company. 512 hal.
6) Mardisiswojo, S.; Mangunsudarso, H.R. (1968). "Cabe puyang warisan nenek
moyang" jilid III, Jakarta: Karya Wreda. Hal. 24.
7) Ochse, J.J. (1931). "Fruit an fruits culture in the Dutch East Indies". Batavia: G.
Kolff and Co. 55 hal.
8) Ochse, J.J. (1961). "Tropical and subtropicak agriculture". Vol. I. New York : The
Mac Millan Company, 617 hal.
9) Palmer, D.F. (1937). "Avocado fertilization. Cal. Avocado Ass'n. 20th ed., Coit, J.E.
(ed.), Year Book. 235 hal.
10) Purseglove, J.W. (1974). "Tropical crops dicotyledons". London: Longman. 192
hal.
11) Rismunandar (1981). "Memperbaiki lingkungan dengan bercocok tanam jambu
mede dan alpukat". Bandung: Sinar Baru 39 hal.
12) Sunaryo, H.; Rismunandar (1981). "Pengantar pengetahuan dasar hortikultura".
I. Bandung: Sinar Baru. 31 hal.
13) Supriyanto, Arry (1989). "Bibit alpukat sambung dini." Trubus, (Nov.) hal. 192.
14) Tohir, K.A. (1978). "Tropical agriculture. The climate, soils, cultural methods,
crops, live stock, commercial importance and opportunities of tropics". New York:
D. Appleton and company, 112 hal.
15) Wirasmanto (1971). "Penggunaan alpukat". Warta Pertanian (10) hal. 19.
16) Zentmeyer, G.A. (1953). "Diseases of the avocado". Dalam: The year book of
agriculture United States Departement of Agriculture, Washington, D.C., hal. 875
semoga bermanfaat....